Gara-gara Operasi Rahang, Gadis Cantik Ini Sempat Tertahan di Bandara


Sophie Yates (24) merasa memiliki bentuk rahang bawah yang kurang bagus. Gadis asal London ini pun memutuskan melakukan operasi untuk menghilangkan jarak 2 cm antara gigi depan atas dan bawahnya. Sayangnya operasi ini memunculkan insiden di bandara.

Sophie merasa bahwa memiliki bentuk wajah yang salah akibat rahangnya yang kurang bagus. Akhirnya dalam operasi pengoreksian, 4 giginya harus dicabut dan rahangnya dipatahkan, kemudian dilengkapi kembali dengan pelat logam baru.

Setelah itu, rahangnya disesuaikan kembali untuk perbaikan. Hasilnya adalah wajah yang diidamkannya selama ini, walaupun Sophie tak menyangka operasi tersebut benar-benar mengubah wajahnya.

Koreksi bentuk rahang itu dikenal dengan bedah ortognatik. Dia memutuskan menjalani koreksi rahang bawah setelah menyadari kondisi rahangnya kurang baik ketika berusia 10 tahun. Demikian dikutip dari Dailymail.

Kepada MailOnline, Sophie yang saat ini bekerja sebagai marketing di kotanya mengatakan akibat bentuk rahang bawahnya ia mengalami pengalaman yang buruk. Sophie mengaku kerap kali di-bully selama masa kanak-kanaknya di East Kent, dan orang-orang kerap kali bertanya mengapa giginya tidak berbaris rapi.

"Rahang saya tumbuh dengan cara yang tidak seharusnya dan saya sangat sadar mengenai hal itu. Orang lain mungkin tak terlalu banyak mem-bully saya, tapi adik perempuan saya yang paling sering," katanya.

Menurutnya hal itu sangat menyakitkan. Apalagi Sophie merasa sangat aneh menahan rahang dalam posisi seperti itu. Dia berpendapat wajahnya akan tampak lebih alami jika mulutnya terbuka ketimbang tertutup.

Ketika Sophie berumur 10 tahun, dokter giginya mengatakan bentuk rahang Sophie termasuk kasus yang ekstrem. Oleh karena itu, Sophie harus benar-benar memikirkan mengenai operasi ketika umurnya 18 tahun, yakni saat di mana tulangnya berhenti tumbuh. Jika dibiarkan maka kondisi ini akan semakin buruk.

"Karena itulah saya selalu merasa saya memiliki wajah yang salah," ujar Sophie.

"Saya tahu saya harus melakukan operasi, jadi saya menunggu untuk melakukannya sehingga saya dapat terlihat sebagaimana seharusnya," tambahnya.

Sophie lantas mengunjungi dokter gigi setiap 3 bulan dan memakai kawat gigi selama 10 tahun. Kemudian, pada tahun 2009 saat usianya 18 tahun dan mulai kuliah di Royal Holloway, University of  London, kunjungannya ke dokter gigi menjadi lebih sering.

"Saya pergi sekitar sekali seminggu, dan ketika semakin dekat dengan waktu operasi saya harus mencabut 4 gigi belakang atas untuk membuat ruang di mana rahang saya dibentuk setelah itu," jelasnya.

Untuk mempersiapkan operasi, Sophie rajin bertanya-tanya pada beberapa orang yang pernah melakukan operasi yang memakan biaya sekitar 4.000-5.000 pound sterling atau sekitar Rp 61 juta-76 juta. Kepada orang-orang Sophie menyebut sama sekali tidak gugup karena telah mempersiapkan diri selama hampir 1 dekade.

Untuk menjalani operasi ini, Sophie harus tinggal 2 malam di rumah sakit. Kemudian ia mendapatkan perawatan anestesi. Sementara itu ahli bedah memotong kulit antara gusi dan rahangnya untuk mematahkan tulang rahang, menyesuaikan pelat logam dan memperbaiki kembali posisi rahang, kemudian menjahit gusinya kembali.

Dokter juga membuat lubang di dagu Sophie untuk memasukkan tabung yang berlekuk-lekuk sehingga Sophie tetap bisa bernapas selama operasi. "Ketika aku bangun dan obat penghilang rasa sakitnya mulai hilang, rasanya agak sakit. Kemudian di hari berikutnya wajahku membengkak dan bagian bawah benar-benar hitam dan memar," terangnya.

Mulut Sophie dikaitkan dengan kain elastis selama satu bulan untuk mengatur gigi dan menjaga jahitan tetap di tempatnya. Selain itu, Sophie hanya bisa minum melalui sedotan. Setelah itu, Sophie mengambil waktu seminggu untuk beristirahat di tempat tidur dan seminggu lagi untuk izin dari kuliahnya. Setelah itu Sophie kembali masuk kuliah seperti biasa meskipun proses penyembuhannya belum selesai.

"Proses penyembuhan untuk operasi cukup panjang, butuh tujuh bulan agar pembengkakan mereda sepenuhnya. Tapi saya masih bisa berjalan sehingga saya memutuskan untuk kembali (kuliah). Meskipun saya tidak bisa berbicara dan tak ada yang mengenali saya. Saya harus bergerak untuk berkomunikasi dengan orang," kisah Sophie.

Berbicara tentang penampilan wajah barunya, Sophie mengatakan semua orang bertanya apakah dirinya memiliki krisis identitas setelah wajahnya berubah. Sophie sendiri tidak menyadari wajahnya telah banyak berubah lantaran proses pemulihan membutuhkan waktu yang begitu lama, sehingga secara bertahap dia terbiasa dengan wajah barunya.

Sophie merasa sangat lucu karena kini tak ada satupun yang mengenalinya. Wajah baru itu juga membuat Sophie terlihat berbeda sama sekali dengan foto di paspornya. Akibatnya, ia sempat ditahan di China karena petugas bandara tidak percaya bahwa dirinya benar-benar Sophie.

Sophie menyebut operasi yang dijalaninya tidak banyak mengubah hidupnya. Meski demikian, ia lebih menyukai penampilannya sekarang.

"Saya merasa ini adalah wajah yang saya maksudkan selama ini. Teman-teman saya berpikir ini adalah sebuah perbaikan dan keluarga saya pun sangat gembira karenanya," tutur Sophie.

Sophie juga mengakui bahwa ia benar-benar beruntung sebab ia telah berhasil menghindari sebagian besar efek samping dari operasi ini. Sebab beberapa orang melaporkan mengalami mati rasa pada wajah usai menjalani operasi serupa, sedangkan Sophie tidak sedikitpun mengalaminya.

"Saya pasti akan merekomendasikan operasi untuk siapa saja yang membutuhkannya. Operasi ini meningkatkan kepercayaan diri saya dan membuat saya bahagia," ucap Sophie.

Mengingat proses pemulihan pasca operasi memakan waktu yang cukup lama, untuk sementara waktu Sophie tidak berpikir untuk menjalai operasi kosmetik lainnya.

                              Sophie Yates graduating from UCL, post-operation
                              Sophie Yates before her operation
Sophie, pictured after the operation, said: 'I always knew I was going to have the operation so I was just waiting for it to be done so I could look like I was supposed to'

                   Sophie, pictured before surgery, says she doesn't miss her old face at all, but hasn't suffered any sort of identity crisis because the seven-month healing process allowed her to come to terms with her new look gradually
                   Sophie immediately after the operation when her face swelled
                   Sophie's profile immediately after the operation
(vit/vit)


(sumber)